Apa itu Value Investing?
Value investing adalah sebuah strategi pemilihan saham yang kemungkinan diperdagangkan dibawah nilai intrinsik atau nilai bukunya.
Para value investor (investor yang menggunakan metode value investing) berusaha menemukan saham-saham yang menurut mereka diremehkan atau di hargai terlalu murah oleh pasar saham.
Para value investor meyakini bahwa para pelaku pasar selalu bereaksi terlalu berlebihan terhadap suatu berita baik maupun buruk, sehingga menghasilkan pergerakan harga saham yang tidak sesuai dengan fundamental jangka panjang dari suatu perusahaan.
Reaksi-reaksi yang berlebihan ini akan menawarkan peluang emas bagi para value investor dengan mendapatkan saham-saham yang dijual dengan harga diskon.
Warren Buffet mungkin adalah seorang value investor yang paling terkenal saat ini, selain Buffet, masih banyak nama lain yang masuk ke dalam golongan value investor, diantaranya, Benjamin Graham (mentor Buffet), David Doss, Charlie Munger, Christopher Browne, Seth Klarman dan lainnya.
Memahami Value Investing
Konsep dasar di balik value investing sangatlah sederhana, jika Anda mengetahui nilai sebenarnya dari sesuatu, Anda dapat menghemat banyak uang ketika membeli nya pada saat harganya sedang diskon.
Semua orang paham dan setuju, barang yang sama, ketika dijual dengan harga penuh atau ketika sedang diobral, Anda akan mendapatkan barang yang sama.
Begitu pula di saham, artinya, harga saham bisa berubah bahkan ketika nilai atau penilaian terhadap suatu perusahaan tetap sama, saham akan mengalami periode-periode dimana permintaan akan lebih tinggi atau lebih rendah, hal tersebut yang menyebabkan terjadinya fluktuasi pada harga saham, tetapi hal itu tidak akan mengubah apa yang akan Anda dapatkan.
Sama seperti seorang pembeli yang cerdas, dia akan berpendapat bahwa tidak masuk akal untuk membayar dengan harga penuh untuk sebuah TV, karena pada umumnya barang-barang elektronik akan selalu diobral beberapa kali tiap tahunnya, di saham hal ini juga terjadi, namun kita tidak dapat mengetahui kapan waktunya akan ada acara obral layaknya barang-barang elektronik tersebut.
Value investing atau investasi berdasar nilai seperti melakukan sebuah proses layaknya seorang detektif, kita harus menyelidiki dengan cermat kapan acara diskon atau obral sedang berlangsung pada saham-saham tertentu dan membelinya pada harga yang sedang terdiskon, lalu membeli dan menyimpannya untuk kangka waktu yang panjang, lalu menjualnya pada harga sudah cenderung mahal.
Value Investing dan Nilai Intrinsik
Di pasar saham, suatu saham bisa dibilang murah atau sedang terdiskon ketika harga sahamnya masuk dalam kategori undervalued, disinilah para value investor berharap mendapatkan keuntungan dari saham yang mereka anggap telah sangat terdiskon dari nilai sesungguhnya.
Para investor menggunakan berbagai metrik dalam rangka menentukan penilaian atau nilai intrinsik dari suatu saham.
Nilai intrinsik adalah sebuah kombinasi dari penggunaan berbagai analisis keuangan seperti mempelajari kinerja keuangan suatu perusahaan, pendapatan, penghasilan, arus kas, laba dan faktor-faktor fundamental lainnya, termasuk disini adalah brand perusahaan, model bisnis, target pasar serta berbagai keunggulan kompetitif yang dimiliki suatu perusahaan.
Beberapa metrik yang digunakan dalam menilai saham dari suatu perusahaan diantaranya :
- Price to Book (P/B) atau Book Value, yang mengukur nilai aset perusahaan dan membandingkannya dengan harga saham, jika harga saham lebih rendah dari nilai aset, saham tersebut masuk ke dalam kategori undervalued, tentunya dengan catatan perusahaan yang bersangkutan tidak dalam kesulitan secara finansial.
- Price to Earning (P/E), menunjukkkan rekam jejak dari pendapatan suatu perusahaan guna menentukan apakah harga saham tidak mencerminkan semua pendapatan yang dimiliki atau apakah harga saham sudah undervalued.
- Free Cash Flow atau Arus Kas Bebas, yaitu kas yang dihasilkan dari pendapatan perusahaan ataupun pendapatan operasional setelah dikurangi semua beban biaya pengeluaran, free cash flow adalah kas sisa setelah semua pengeluaran dibayarkan, termasuk pengeluaran operasional dan juga berbagai pembelian besar yang biasa di sebut Capex (Capital Expenditures), yang biasanya merupakan pembelian berbagai aset perusahaan, seperti peralatan atau peningkatan kapasitas produksi, jika suatu perusahaan memiliki atau mampu menghasilkan arus kas bebas maka perusahaan tersebut akan memiliki sisa dana untuk diinvestasikan kembali di masa mendatang, melunasi hutang, membayar dividen atau melakukan aksi pembelian saham kembali.
Tentu saja masih banyak metrik lain yang biasa digunakan dalam analisa saham, termasuk menganalisa hutang, ekuitas, penjualan dan pertumbuhan pendapatan, setelah meninjau dan mempelajari berbagai metrik ini, para investor mulai dapat memutuskan untuk melakukan pembelian atau tidak, apakah harga saham saat ini sudah cukup menarik, apakah nilai intrinsik perusahaan jauh berada diatas harga saham saat ini.
Value Investing dan Margin of Safety
Para value investor memerlukan sedikit banyak ruang untuk kesalahan dalam melakukan perhitungan mereka, dan besaran ruang ini akan berbeda-beda pada masing-masing investor.
Prinsip dari margin of safety adalah salah satu kunci keberhasilan dari value investing, didasarkan pada anggapan bahwa membeli suatu saham di harga yang murah akan memberi peluang lebih baik dalam memperoleh keuntungan di kemudian hari, dengan adanya margin of safety ini juga cenderung mengurangi resiko Anda kehilangan uang jika performa saham yang bersangkutan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Jika sebuah saham memiliki nilai Rp1000/lembar dan Anda membelinya di harga Rp600/lembar, maka Anda akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp400/lembar pada saat harga saham naik ke nilai sesungguhnya, dan tidak jarang perusahaan mungkin akan mengalami pertumbuhan dan menjadi lebih bernilai dari saat Anda mulai berinvestasi disana, sehingga memberikan Anda kesempatan untuk menghasilkan lebih banyak keuntungan.
Jangan Ikut Kebanyakan Orang
Para value investor memiliki karakter yang melawan arus, mereka tidak mengikuti hype, bahkan ketika banyak orang mulai ramai membeli, para value investor ini malah sedang dalam posisi melepas saham mereka.
Para value investor tidak membeli saham yang sedang hot/trending, karena biasanya saham-saham seperti ini cenderung sudah mahal, sebaliknya, mereka berinvestasi pada perusahaan-perusahaan yang belum terlalu dikenal tapi memiliki kinerja keuangan yang baik.
Para value investor juga melihat kembali pada saham-saham yang dulu terkenal namun sedang mengalami penurunan harga saham yang signifikan, kemudian percaya bahwa perusahaan-perusahaan tersebut akan pulih dari kejatuhan dengan catatan fundamental tetap terjaga dan produk atau layanan yang dimiliki masih berkualitas.
Para value investor hanya peduli pada nilia intrinsik yang dimiliki suatu saham, mereka membeli saham karena alasan yang semestinya saham itu ada, yaitu bagiandari kepemilikan atas suatu perusahaan, mereka ingin memiliki suatu perusahaan yang mereka tahu memiliki prinsip dan juga keuangan sehat, terlepas dari berbagai pendapat atau yang orang lain lakukan.
Value Investing Membutuhkan Ketekunan dan Kesabaran
Menghitung nilai intrinsik suatu saham tidak hanya melibatkan berbagai analisa keuangan, tapi juga melibatkan cukup banyak aspek lainnya, termasuk aspek yang bersifat subjektivitas, dan terkadang value investing lebih terasa seperti sebuah seni, dua orang value investor berbeda dapat menganalisis suatu perusahaan yang sama namun memiliki keputusan yang berbeda.
Sebagian value investor hanya melihat keuangan yang ada, tidak terlalu peduli dengan potensi pertumbuhan di masa depan, sedangkan para value investor lainnya sangat fokus pada potensi pertumbuhan di masa depan dari perusahaan dan perkiraan arus kas di masa depan.
Tokoh value investor kelas dunia, Warren Buffet dan Peter Lynch, keduanya dikenal melakukan analisis laporan keuangan dan juga melihat potensi berlipat-lipat dari nilai perusahaan di masa depan dalam rangka untuk menemukan saham-saham yang salah harga atau sedang berada dalam posisi terdiskon.
Terlepas dari berbagai pendekatan yang berbeda, logika yang mendasari dari value investing adalah membeli suatu aset dengan harga dibawah dari nilainya saat ini, menyimpannya dalam jangka panjang dan mendapatkan keuntungan ketika harga mencapai nilai intrinsiknya atau lebih tinggi dari itu.
Semua ini tidak akan memberi Anda hasil yang instan, Anda tidak bisa berharap membeli saham seharga Rp100/lembar pada hari ini dan menjualnya pada harga Rp200/lembar dua hari kemudian, Anda mungkin harus menunggu bertahun-tahun sebelum investasi saham Anda mulai membuahkan hasil, dan selalu ada resiko Anda malah akan kehilangan sejumlah uang, kabar baiknya, salah satu keuntungan dari model investasi jangka panjang tentunya akan lebih hemat biaya, baik itu biaya transaksi maupun pajak transaksi.
Seperti halnya strategi investasi lainnya, Anda harus memiliki kesabaran dan ketekunan untuk tetap memegang teguh filosofi investasi Anda, mungkin Anda ingin membeli suatu saham karena memiliki fundamental yang sangat bagus, tapi Anda harus menunda dan menunggunya jika harganya masih terlalu mahal.
Belilah saham yang memang memiliki harga yang menarik pada saat itu, jika tidak ada satupun saham yang memenuhi kriteria Anda, Anda harus mampu menunggu dan membiarkan uang Anda mengganggur atau stand by untuk siap digunakan jika ada kesempatan yang datang.
Beberapa Hal yang Menyebabkan Saham Menjadi Undervalued
Anda dapat mengidentifikasi beberapa alasan mengapa suatu saham kemungkinan telah diperdagangkan di bawah nilai intrinsiknya, dibawah ini adalah beberapa faktor yang dapat menyeret harga saham menjadi turun dan dapat membuat suatu saham menjadi underavalued.
Pergerakan Pasar dan Herd Mentality
Terkadang banyak orang berinvestasi dengan cara yang tidak rasional, hanya berdasarkan bias psikologi ketimbang fundamental pasar, ketika harga saham tertentu sedang naik atau ketika pasar saham secara keseluruhan naik, mereka melakukan pembelian, mereka menyadari jika mereka berinvestasi sejak 12 minggu yang lalu, saat ini mereka telah mendapatkan keuntungan sebesar 20%, dan mereka biasanya juga selalu memiliki rasa takut untuk ketinggalan, atau yang biasa di kenal dengan istilah FOMO (Fear of Missing Out).
Sebaliknya, ketika harga saham jatuh atau ketika pasar saham secara keseluruhan sedang mengalami penurunan, ketakutan untuk rugi memaksa banyak orang mulai menjual saham-saham mereka, alih-alih menyimpan kerugian mereka yang diatas kertas dan menunggu pasar berubah arah, mereka memilih untuk merealisasikan kerugian dengan menjual secepat mungkin, perilaku para investor seperti ini sangat mewabah sehingga mampu mempengaruhi harga saham, memperburuk pergerakan harga saham baik saat naik atau turun, menciptakan pergerakan harga yang terlalu berlebihan.
Market Crash
Ketika pasar saham mencapai kenaikan yang luar biasa, biasanya akan menghasilkan sebuah bubble atau gelembung, pada suatu titik, para investor akan panik dan. menyebabkan aksi jual besar-besaran, hal ini akan mengakibatkan kejatuhan pasar, seperti yang terjadi pada awal tahun 2000-an dengan gelembung dotcom, ketika harga saham-saham teknologi di Amerika mengalami lonjakan melampaui nilai asli perusahaan, begitu pula yang terjadi pada gelembung property/perumahan di Amerika pecah di tahun 2008-2009.
Saham yang Tidak Terkenal
Lihatlah melampaui apa yang Anda dengan di berita, Anda mungkin akan menemukan beberapa peluang investasi luar biasa di saham-saham yang tidak ada di radar orang banyak, bisa berupa saham dari perusahaan yang masih kecil atau selama ini memang tidak dikenal, banyak dari investor yang berharap dapat berinvestasi pada the next big thing, bukan pada sebuah perusahaan produsen barang-barang yang tahan lama, membosankan atau yang sudah mapan.
Peristiwa Buruk
Perusahaan yang baik pun akan mengalami masa kemunduran, namun, ketika sebuah perusahaan mengalami satu peristiwa negatif bukan berarti perusahaan tersebut secara fundamental tidak berharga atau harga sahamnya tidak akan bangkit kembali, atau dalam kasus lain, ada satu atau dua divisi dalam suatu perusahaan yang menjadi beban dalam perusahaan sehingga mempengaruhi profitabilitas, tapi hal itu akan berubah jika perusahaan memutuskan untuk melepas atau menutup divisi-divisi tersebut.
Para analis tidaklah memiliki rekam jejak yang baik dalam memprediksi masa depan, namun para investor kebanyakan sering panik dan menjual secepatnya ketika sebuah perusahaan mengumumkan penurunan dalam pendapatan atau memiliki pendapatan lebih rendah dari ekspektasi para analis, tetap lain halnya dengan para value investor, mereka dapat melihat melampaui dari sekedar penurunan peringkat investasi suatu perusahaan dan berbagai berita yang negatif, mereka dapat kesempatan membeli suatu saham dengan diskon yang lebih besar karena mereka mampu mengidentifikasi nilai sesungguhnya dari suatu saham dalam jangka panjang.
Siklus
Siklus yang dimaksud adalah berbagai fluktuasi yang akan mempengaruhi suatu bisnis, semua perusahaan tidaklah kebal terhadap pasang surut dari siklus ekonomi, apakah itu berkaitan dengan musim dan waktu ditiap tahunnya, atau sikap dan suasana hati dari para konsumennya, semua ini dapat mempengaruhi tingkat keuntungan dan harga saham dari perusahaan, namu semua ini tidaklah mempengaruhi nilai dari perusahaan dalam jangka panjang.
Strategi Value Investing
Kunci dari keberhasilan membeli saham yang undervalued adalah dengan meneliti suatu perusahaan secara menyeluruh dan membuat keputusan-keputusan yang masuk akal, Seorang value investor dunia, Christopher H. Browne menyarankan untuk menanyakan apakah suatu perusahaan kemungkinan dapat meningkatkan pendapatannya melalu beberapa metode berikut :
- Menaikkan harga produk
- Meningkatkan angka penjualan
- Menurunkan biaya
- Menjual atau menutup divisi yang tidak menguntungkan
Browne juga menyarankan untuk juga mempelajari para pesaing dari perusahaan agar mampu mengevaluasi prospek pertumbuhan bisnis di masa depan.
Pembelian dan Penjualan dari Orang Dalam
Orang dalam yang dimaksud adalah para manajer senior dan para direktur perusahaan, ditambah para pemegang saham yang memiliki setidaknya 5% saham perusahaan, para manajer dan direktur ini memiliki pengetahuan mendalam dan valid tentang perusahaan yang mereka jalankan, jadi jika mereka melakukan pembelian saham perusahaan yang mereka jalankan, sangatlah masuk akal untuk berasumsi bahwa prospek perusahaan ke depannya akan lebih baik.
Demikian pula, para investor yang memiliki setidaknya 5% saham perusahaan, mereka tidak akan melakukan pembelian sebanyak itu jika mereka tidak melihat potensi keuntungan di masa mendatang, sebaliknya, penjualan saham oleh orang dalam tidaklah selalu menunjukkan berita yang buruk tentang perusahaan tersebut, mungkin saja mereka hanya membutuhkan uang tunai untuk alasan tertentu, meskipun demikian, jika penjualan massal terjadi oleh orang dalam, situasi seperti itu mungkin memerlukan analisis mendalam lebih lanjut tentang alasan dibalik penjualan besar tersebut.
Analisa Laporan Keuangan
Pada titik tertentu, para value investor harus melihat kondisi keuangan dari perusahaan guna melihat kinerja yang dimiliki dan membandingkannya dengan para pesaingnya.
Laporan keuangan ini menyajikan berbagai hasil kinerja triwulan dan tahunan dari suatu perusahaan, tiap perusahaan yang tercatat di bursa saham wajib melaporkan secara transparan ke publik melalui lembaga terkait, untuk di Indonesia, kita bisa melihat laporan keuangan dari tiap perusahaan tercatat dengan mudah di situs bursa efek Indonesia.
Bahaya dalam Value Investing
Seperti halnya strategi investasi lainnya, strategi value investing juga memiliki resiko, meskipun resiko yang ada masih masuk ke dalam kategori rendah hingga sedang, berikut beberapa resiko yang harus Anda ketahui.
Angka itu Penting
Banyak para value investor menggunakan laporan keuangan ketika mereka membuat keputusan, jadi, jika Anda ingin mengandalkan hasil analisa Anda sendiri, pastikan Anda memiliki berbagai informasi terbaru dan perhitungan yang akurat, karena jika tidak, Anda kemungkinan akan menghasilkan keputusan investasi yang buruk atau mungkin juga akan kehilangan peluang emas.
Jika Anda belum yakin dengan kemampuan Anda dalam membaca dan menganalisis laporan keuangan, teruslah pelajari hal ini, jangan pernah lakukan pembelian saham satupun sebelum Anda benar-benar paham.
Kerugian “Luar Biasa” Perusahaan
Terdapat beberapa insiden yang mungkin muncul dalam laporan laba rugi perusahaan yang harus dianggap sebagai pengecualian atau kejadian luar biasa, diantaranya, tuntutan hukum, restrukturisasi atau bencana alam, jika Anda mampu mengecualikan ini dari analisis Anda, Anda mungkin dapat merasakan kinerja perusahaan di masa depan, namun tetap perhatikan apakah hal-hal ini selalu terjadi secara berulang, hal-hal seperti ini harusnya tidak terjadi secara berulang.
Membeli Saham yang Overvalued
Membayar lebih untuk suatu saham adalah salah satu resiko utama para value investor, hal sama juga berlaku jika Anda membeli suatu saham yang telah mendekati nilai wajarnya, membeli saham yang undervalued berarti memperkecil resiko kehilangan uang Anda, bahkan ketika perusahaan tidak berjalan dengan baik.
Selalu ingat bahwa salah satu prinsip dasar value investing adalah dengan menyertakan margin of safety ke dalam setiap keputusan investasi Anda, hal ini berarti membeli saham dengan harga sekitar dua pertiga atau kurang dari nilai intrinsiknya, jangan pernah membayar lebih untuk investasi.
Mengikuti Emosi
Memang sulit untuk mengabaikan emosi dalam diri kita, apalagi ketika sedang mengambil keputusan investasi, walau sebelumnya Anda sudah menganalisa dan mengevaluasi berbagai angka serta rasio dengan kepala dingin, tetap saja, disaat waktunya tiba, disaat Anda siap mengeluarkan sebagian besar uang Anda, ketakutan dan kegembiraan akan muncul.
Dan biasanya, setelah Anda membeli suatu saham, Anda akan tergoda untuk melepasnya ketika harganya tidak lama turun, ingat, bahwa inti dari value investing adalah mampu menahan godaan untuk menjadi panik seperti investor kebanyakan, juga jangan pernah terjerumus ke dalam jebakan beli ketika harga saham naik dan jual pada saat harga saham turun, perilaku seperti ini akan melenyapkan investasi Anda.
Referensi
- Library of Congress. “Value Avatar: Benjamin Graham,” Page 3. Accessed Nov. 7, 2021.
- Christopher H. Browne. “The Little Book of Value Investing,” Pages 71 -77. John Wiley & Sons, Inc., 2007.
- U.S. Securities and Exchange Commission, Investor. “Updated Investor Bulletin: Insider Transactions and Forms 3, 4, and 5.” Accessed Jan. 29, 2022.
- U.S. Securities and Exchange Commission. “Forms List.” Accessed Nov. 7, 2021.
- U.S. Securities and Exchange Commission. “EDGAR Company Filings.” Accessed Nov. 7, 2021.
- Christopher H. Browne. “The Little Book of Value Investing,” Pages 22-23. John Wiley & Sons, 2007.
- Benjamin Graham. “The Intelligent Investor,” Page 114. Harper Collins, 2003.
- Peter J. Sander and Janet Haley. “Value Investing for Dummies,” Pages 77-78. John Wiley & Sons, 2011.
- Fitbit. “Fitbit Reports $505M Q116 Revenue and Raises Revenue and Profit Guidance for FY16.” Accessed Nov. 7, 2021.
- Value Investing. https://www.investopedia.com/terms/v/valueinvesting.asp